Mengenang Semangat 10 Novermber 1945

Share to

Hari pahlawan 10 November 1945

Hari pahlawan 10 November 1945 – Dalam meraih kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas dari peran para tokoh Agama, diantaranya adalah para kiai dan para santri pondok pesantren. Dalam sejarah dicatat salah satu fragmen penting dari rangkaian peristiwa perjuangan adalah resolusi jihad ( perjuangan, red) KH Hasyim Asy’ari yang merupakan pendiri ormas Islam terbesar yakni Nahdlatul Ulama (NU).

Walaupun secara spesifik dalam buku-buku sejarah Nasional tidak mencatat resolusi jihad sebagai konteks peperangan untuk meraih kemerdekaan.

Akan tetapi, arti pentingnya akhirnya ditandai secara Nasional yang senantiasa kita ketahui dengan Hari Pahlawan yang jatuh setiap tanggal 10 November. Pertempuran hebat itu diinspirasi dan digerakkan oleh Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari.

Pertempuran 10 Novermber

Berkobarnya pertempuran 10 Novermber di Surabaya, bukan peperangan tanpa alasan. Ada banyak faktor dan alasan yang menyulut berkobarnya semangat pertempuran dan perlawanan Masyarakat surabaya dan pemuda Indonesia. Salah satu pemantik utama dan perlawanan itu adalah fatwa Resolusi Jihad yang di keluarkan oleh KH M Hasyim Asy’ari dan para Ulama.

Fatwa Resulosi Jihad ini menjadi bahan bakar dan energi semakin berkobarnya perlawanan masyarakat surabaya sehingga tidak ada keraguan sedikitpun. Dalam semangat perjuangan atas resolusi jihad itulah sesungguhnya Bung Tomo mulai banyak diperhitungkan.

Bung Tomo

Bung Tomo diketahui beberapa kali sowan kepada KH Hasyim Asy’ari ke Tebuireng. Mbah Hasyim yang merupakan sapaan karib dari KH Hasyim Asy’ari merupakan sosok sepuh yang dapat melihat bakat dari “pembakar semangat” yang dimiliki oleh Bung Tomo saat itu.

Dilansir dari catatan Direktur Meseum NU Achmad Muhibbin Zuhri, terdapat 2 nashkan Resolusi Jihad. Pertama, naskah “Resolusi Djihad fi Sabilillah, salinannya dikoreksi oleh museum NU. Naskah tersebut berisi pandangan-pandangan dan pertimbangan yang berkembang pada rapat besar wakil-wakil daerah pada tanggal 21-22 Oktober 1945. Kedua, naskah “Resoloesi Moe’tamar Nahdlatoel Oelama’ ke-XVI” di Purwokerto tanggal 26-29 Maret 1946.

Terdapat tiga point utama dalam kedua naskah tersebut. Pertama, Hukum membela negara dan melawan penjajah adalah fardlu’ain (wajib), kedua, perang melawan penjajah adalah jihad fi sabilillah, dan oleh karena itu umat Islam yang mati dalam peperangan itu adalah Syahid, dan ketiga, mereka yang menghianati perjuangan umat Islam dengan memecah belah persatuan dan menjadi kaki tangan penjajah, wajib hukumnya dibunuh.

Perlu diketahui, bahwa sebelum Resolusi Jihad ini keluar, “fatwa jihad” yang dikeluarkan sebelumnya oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Fatwa dimaksud disampaikan pada pertemuan terbatas para ulama di Pesantren Tebuireng pada tanggal 14 September 1945. Poin-poin dari fatwa ini sama dengan poin-poin dalam Resolusi Jihad.

Fatwa jihad yang selanjutnya dirumuskan secara tercatat dalam Resolusi Jihad itu keluar dengan diawali kebimbangan Presiden Soekarno untuk hadapi kehadiran enam ribu tentara Inggris di bawah instruksi Brigadir Jenderal Mallaby, Panglima Brigade ke-49 (India) yang hendak selekasnya datang di Dermaga Tanjung Perak, Surabaya. Serta penjajah Belanda dengan tentara NICA-nya (Netherlands Indies Civil Administration) yang telah tersingkir juga turut membonceng tentara Sekutu itu. Kehadiran pasukan Sekutu dan Belanda itu akan merongrong kemerdekaan NKRI.

Soekarno sadar, jika umat Islam sebagai sebagian besar pada tubuh NKRI sebagai kemampuan yang tidak dapat disepelekan, ditambah lagi KH Hasyim Asy’ari sebagai figure yang paling dihormati oleh beberapa kyai dan santri se-Jawa dan Madura. Beliau jadi komandan religius laskar Hizbullah yang dikomandani oleh beberapa kyai dan beranggotakan beberapa santri.

Beberapa puluh ribu kyai dan santri selekasnya menyongsong ajakan Resolusi Jihad dari KH. Hasyim Asy’ari. Mereka ialah beberapa kiai dan santrinya dari seantero Jawa Timur, Jawa tengah dan Jawa Barat. Pertarungan 10 November 1945 sebagai peristiwa kekalahan yang tak pernah diperhitungkan awalnya oleh pasukan Sekutu. Masalahnya pengalaman tempur mereka di Perang Dunia II yang hebat dirasakan telah lebih dari cukup buat dapat memenangi pertarungan 10 November 1945.

Pertarungan besar tidak terhindar di antara pasukan Sekutu dan laskar NKRI yang terbagi dalam kyai dan santri. Panglima AFNEI Letjen Philip Sir Christison mengirimi pasukan Seksi kelima di bawah Instruksi Mayor Jenderal E.C Mansergh, jenderal yang populer karena menangnya dalam Perang Dunia II di Afrika saat menantang Jenderal Rommel. Baca Juga Peristiwa Rengasdengklok 1945

Tewasnya Jendral Inggris

Mansergh bawa 15 ribu tentara, ditolong enam ribu personil brigade 45 The Fighting Cock dengan persenjataan serba hebat, terhitung memakai tank Sherman, 25 ponders, 37 howitser, kapal Perang HMS Sussex ditolong 4 kapal perang destroyer, dan 12 kapal terbang tipe Mosquito. Tetapi mereka sukses dipaksa oleh laskar kyai dan santri. Pasukan Sekutu tertekan, dan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby meninggal pada tangan laskar santri.

Keluarnya Resolusi Jihad tidak lepas dari penglihatan KH. Hasyim Asy’ari berkenaan Islam dan kenegaraan. Beliau ikuti penglihatan yang berkembang dalam pertimbangan politik Ahlussunnah wal jama’ah, yaitu opini Syekh Nawawi al-Bantani, yang mengatakan jika Dar al-Islam yang sudah terkuasai oleh non-Muslim masih tetap dilihat sebagai Dar al-Islam jika umat Islam tetap menetap didalamnya. Dan pada Kongres NU di Banjarmasin tahun 1935, NU memang pernah mengatakan jika Indonesia ialah Dar al-Islam, walau waktu itu di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Maknanya, Dar al-Islam yang selanjutnya terkuasai oleh non-Muslim tetap sama status jadi Dar al-Harb jika orang Islam yang tinggal didalamnya tidak dirintangi untuk melakukan syariat agamanya. Namun, bila penguasa non-Muslim itu merintangi umat Islam untuk melakukan tuntunan agamanya, karena itu statusnya beralih menjadi Dar al-Harb.

Dengan ini, karena itu dalam penglihatan KH. Hasyim Asy’ari, menjaga keberadaan NKRI dari segalanya yang memberikan ancaman harus dilaksanakan oleh umat Islam, bukan hanya atas nama nasionalisme, tetapi untuk kelangsungan kehidupan umat Islam yang diam di negara itu. Ini dipertegas dalam pidatonya yang dikatakan pada Kongres NU ke-XVI di Purwekorto 26-29 Maret 1946.

Sumber : nasional.okezone.com, www.nu.or.id

Related Posts

Fakta Menarik tentang Gerhana Matahari Hibrida

Share to

Share toPengertian Gerhana Matahari Hibrida. Fakta Menarik Gerhana Matahari Hibrida – Gerhana matahari hibrida adalah fenomena alam di mana bulan tampak lebih kecil dari matahari dan hanya…

Tips Excel! Cara Membuat Pivot Table dengan Mudah Beserta Contohnya

Share to

Share toPengertian Pivot table Cara Membuat Pivot Table dengan Mudah adalah salah satu fitur di program spreadsheet seperti Microsoft Excel, yang memungkinkan pengguna untuk mengolah dan menganalisis…

Cara Menggunakan Conditional Formating Dalam Excel

Share to

Share toCara Menggunakan Conditional Formating Dalam Excel Conditional formatting Dalam Excel adalah fitur di Excel yang memungkinkan Anda mengubah format sel berdasarkan nilai atau kondisi tertentu. Berikut…

Mengenal fungsi Statistik dalam Ms Excel

Share to

Share toMengenal fungsi Statistik dalam Ms Excel Mengenal fungsi Statistik dalam Ms Excel – Fungsi statistik dalam Excel adalah sekumpulan formula atau fungsi matematis yang dirancang khusus…

Cara Membuat Mail Marge di Word Terbaru

Share to

Share toCara membuat mail marge di Word Mail merge (penggabungan surat) adalah fitur dalam Microsoft Word yang memungkinkan pengguna untuk menggabungkan informasi dari sumber data, seperti spreadsheet…

Contoh VLOOKUP dan HLOOKUP

Share to

Share toContoh VLOOKUP dan HLOOKUP VLOOKUP dan HLOOKUP adalah dua fungsi dalam program spreadsheet yang digunakan untuk mencari nilai dalam sebuah tabel. Perbedaan utama antara kedua fungsi…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *